Prasangka, Hanya Konstruksi Belaka

Prasangka, Hanya Konstruksi Belaka

“Kalau yang berjualan orang non-muslim dikira diberi minyak babi”, “lamar kerja di toko baju, tapi gara-gara kita non-muslim, tidak diterima”. Kedua potongan percakapan antara Ibu Vena dengan Vena dari film Minor (2019) karya Vena Besta Klaudina dan Takziyatun Nufus itu menunjukan jika prasangka tumbuh subur di kalangan masyarakat mayoritas. Bahaya dari prasangka adalah kebencian. Ia lahir dari ketakutan karena keengganan untuk mencari kebenaran di atasnya.

Film Minor (2019) mengajak kita melihat lebih dekat kehidupan keluarga Vena yang hidup dalam bayang-bayang prasangka. Vena adalah seorang gadis yang tumbuh dalam keluarga beragama Katolik dan tinggal di lingkungan mayoritas Islam di Aceh. Vena sebagai subjek dan juga sutradara dari film dokumenter pendek membawa kita ke dalam ruang-ruang personalnya sebagai minoritas, sebagai seorang anak dan sebagai bagian dari masyarakat Aceh.

Sebagai minoritas Vena banyak mengalami kesulitan, misalnya Vena yang merasa mendapatkan perlakuan berbeda di asramanya. Padahal Vena sebisa mungkin sudah menggunakan kerudung agar dapat “berbaur”. Kesulitan lainnya Vena juga tidak diterima bekerja sebagai penjaga toko karena bukan beragama Islam. Kesulitan ini datang kepada Vena meskipun ia tidak ada melanggar aturan atau bahkan mengganggu ketertiban.

Kesulitan kelompok minoritas dalam menjalani kehidupan keseharian banyak disebabkan oleh prasangka dari kelompok mayoritas yang dominan. Hal tersebut bisanya didasari oleh perasaan superior dan merasa diri paling benar. Di Aceh kelompok yang dominan menebar prasangka tersebut adalah kelompok muslim yang berkelindan dengan masyarakat patriarkis, padahal Islam sendiri melarang untuk berprasangka buruk (suudzon) apalagi sampai mencari-cari kesalahan orang lain.

Misalnya, dalam Al Qur’an surat Al Hujarat ayat 12, Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.” (Al-Hujarat: 12). Kemudian di dalam hadits pun, sudah dijelaskan seperti halnya sabda Muhammad, “Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadits no. 5604 dan Muslim hadits no. 4646).

Prasangka yang mengakibatkan penindasan dan diskriminasi terhadap kaum minoritas bukanlah dari ajaran agama itu sendiri. Pemikir dan penulis asal Mesir, Nawal El Sadawi dalam bukunya The Hidden Face of Eve: Women in the Arab World (1980) menjelaskan jika agama bukanlah penyebab langsung eksploitasi dan penindasan perempuan dan kelompok minoritas (meskipun agama sering kali merupakan alat yang digunakan untuk tujuan ini) penyebabnya adalah masyarakat patriarki. Nawal berpendapat bahwa struktur masyarakat patriarki yang dominan, dapat menafsirkan kembali keyakinan dan ide-ide agama untuk memberi manfaat bagi diri mereka sendiri. Termasuk menyelewengkan ayat untuk membangun prasangka seperti yang kerap kita dengar dari kelompok fanatis islam jika “orang kafir harus diperangi”.

Secara visual memang kita tidak melihat langsung bagaimana proses kejadian diskriminasi yang menimpa keluarga Vena secara langsung. Tapi dibalik itu, kita melihat bagaimana diskriminasi berdampak pada kehidupan keseharian dan percakapan keseharian Vena. Menggunakan hijab meski bukan suatu yang wajib sudah biasa bagi Vena. Kita melihat juga bagaimana Vena ngobrol dengan orang tuanya perkara diskriminasi, begitu pula dengan Lindu, adiknya yang sering dibully karena beragama Kristen.

Menempatkan agama sebagai sumber prasangka tidaklah masuk akal, karena hal itu berarti menganggap bahwa dalam agama mengandung keburukan, padahal selama ini selalu diyakini bahwa agama hanya mengandung kebaikan belaka. Hal tidak masuk akal dari prasangka ini terlihat dalam film Minor misalnya ketika Vena juara karate skala internasional. Ibu Vena bercerita saat hendak diwawancara oleh media cetak, Vena dipaksa menggunakan kerudung karena Vena dianggap mewakili atlet dari Aceh.

Pada titik ini, media massa juga memiliki peran besar dalam membangung juga melanggengkan prasangka buruk. Andai saja suatu media mampu menarasikan keragaman dan indahnya hidup berdampingan, tentu perkara kerudung tidak jadi soal. Akhirnya prasangka hanyalah konstruksi yang dibangun oleh mereka yang dominan dan punya kuasa. 

Prasangka buruk lahir dari asumsi yang belum tentu benar namun terus direproduksi berulang-ulang oleh masyarakat maupun media. Sehingga prasangka buruk itu masuk ke alam bawah sadar dan menjadikannya seakan sebuah “kebenaran”. Dan melalui film Minor kita tahu jika prasangka buruk mengenai suatu agama itu kerap kali tidaklah terbukti benar.

Ditulis oleh Ahmad Fauzi

Artikel terbaru

Tentang Mereka yang Dimarginalisasi di Tanah Sendiri

01

Tentang Mereka yang Dimarginalisasi di Tanah Sendiri

Konon katanya, semua yang berasal dari tanah akan kembali ke tanah. Tanah menjadi permulaan sekaligus akhir dari sebuah siklus kehidupan. Sebuah elemen esensial bagi manusia dan seluruh ekosistem yang meliputinya. Amandemen pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi—termasuk tanah, lahan, kebun, hutan—air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh […]

Tentang Mereka yang Dimarginalisasi di Tanah Sendiri
Autisme Bukan Aib

02

Autisme Bukan Aib

Gores-gores tinta hitam dan biru tegas memenuhi kanvas merupa langit malam, di tengah itu semua seekor kucing yang magis seperti terbang dalam luasnya galaksi. Lukisan kucing itu adalah karya Ferdiandra Putra yang disiapkan untuk pameran perdananya. Tidak hanya lukisan, Ferdi juga menyiapkan beberapa topeng dan hasil kriyanya untuk dipamerkan. Melukis menjadi cara Ferdi mengekspresikan imajinasi […]

Autisme Bukan Aib
Mencegah Bencana, Mengingat Kearifan Yang Terabaikan

03

Mencegah Bencana, Mengingat Kearifan Yang Terabaikan

Dalam setiap masyarakat tradisional yang memiliki hubungan erat dengan alam, ada sebuah kearifan lokal. Kearifan lokal atau pengetahuan lokal menubuh dalam cerita, peribahasa, nasihat, agama, seni dan juga arsitektur. Sehingga generasi yang baru akan dapat memahami pengetahuan tentang ruang hidupnya dan terus bertahan dari goncangan zaman. Seperti dalam film Suku Sasak Menjaga Kearifan Lokal (2019) […]

Mencegah Bencana, Mengingat Kearifan Yang Terabaikan
Menghayati Relasi Manusia dan Alam yang Lebih Adil Melalui Semesta

04

Menghayati Relasi Manusia dan Alam yang Lebih Adil Melalui Semesta

Banyak kerusakan terjadi di bumi ini diakibatkan oleh manusia modern. Manusia modern dengan egosentrismenya, menganggap jika alam hanyalah instrumen belaka. Kehadiran alam dilihat sebatas sumber kebutuhan dan oleh karenanya bebas dieksploitasi. Eksploitasi habis-habisan yang dilakukan oleh manusia modern menghadirkan ketidakseimbangan di bumi dan menyebabkan krisis ekologis yang makin hari makin dalam. Eksploitasi sumber daya alam […]

Menghayati Relasi Manusia dan Alam yang Lebih Adil Melalui Semesta
Lihat Semua

Berhasil disalin!